Senin, 06 Agustus 2012

Catatan Bulutangkis:

2012, Tahun Berkabung Nasional 
Oleh: Medo Maulianza


"Saya siap mundur," tegas Ketua Umum PBSI Djoko Santoso


“Saya minta maaf kepada rakyat Indonesia,” demikian ucapan Lilyana Natsir, pebulutangkis ganda campuran Indonesia. Butet, begitu dia disapa, bersama pasangannya Tontowi Ahmad gagal mempersembahkan medali bagi Indonesia. Diperebutan medali perunggu, Lilyana/ Tontowi harus mengakui keunggulan pasangan Denmark  Joachim Fisher/ Christina Pederson 12-21 dan 12-21. Jangankan emas, perunggu pun melayang.

Awan gelap memayungi dunia bulutangkis tanah air. Untuk pertama kalinya sejak 1992, dimana bulutangkis pertama kali dipertandingan di Olimpiade, kontingen merah putih gagal menyumbang emas. Tidak hanya gagal mempertahankan tradisi emas, tahun 2012 di London, anak-anak Cipayung pulang dengan tangan hampa. Tidak sapu keping medali pun berhasil dikemas. Bulutangkis gagal total!

Siapa yang salah? Usai kekalahan Lilyana/ Tontowi, Ketua Umum PBSI Djoko Santoso mengatakan siap bertanggungjawab. Bahkan pensiunan jenderal bintang 4 ini siap meletakkan jabatannya. “Saya siap mundur,” tegas dia. Insan bulutangkis tanah air masih menunggu kesungguhan ucapan mantan Panglima TNI tersebut.

Tahun terburuk
Tanda-tanda kegagalan pebulutangkis Indonesia sebenarnya sudah bisa diprediksi dari awal. Anak-anak Cipayung minim prestasi dalam 3 tahun terakhir. Pada bulan Mei lalu, Tim Thomas dan Uber Cup Indonesia gagal di babak perempatfinal. Dalam sejarah Thomas Cup, ini adalah kali pertama Indonesia gagal melaju ke Semifinal.

Di nomor Individu, hanya Lilyana/ Tontowi memiliki prestasi gemilang. Mereka berhasil menjadi juara di ajang bergengsi All England. Tidak heran jika harapan merebut medali emas pun disandangkan pada bahu mereka.

Sementara Simon Santoso memang berhasil meraih gelar Indonesia Open Super Series sebelum Olimpiade London. Namun Simon belum teruji karena banyak pemain tunggal putra papan atas absen.

Olimpiade London
Merah putih hanya berkekuatan 9 Atlet di cabang bulutangkis pada Olimpiade London 2012. Delapan lolos kualifikasi, dan 1 lolos berkat jatah wildcard di tunggal putrid atas anama Adriyanti Firdasari. Delapan pebulutangkis yang lolos kualifikasi adalah Simon Santoso dan Taufik Hidayat (tunggal putra), Bona Septano/ Mohammad Ahsan (ganda putra), Gresyia Polii/ Meiliana Jauhari (ganda putrid) serta Tontowi Ahmad/ Lilyana Nastir (ganda campuran). Jumlah yang sangat minim. Indonesia sebenarnya bisa menambah jumlah atletnya jika saja juara bertahan ganda putra Olimpiade Beijing 2008 Markis Kido/ Hendra Setiawan mau bersungguh-sungguh lolos kualifikasi. Tapi mereka sengaja melepas kesempatan lolos dengan absen pada turnamen-turnamen akhir sebelum Olimpiade.

Dengan kekuatan 9 atlet, rasanya sulit bisa membendung kedigdayaan China. Segala upaya dicoba, dengan memompa mental para pemain. Pelepasan kontingen bulutangkis pun cukup unik, yakni dilakukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Tak jelas apa maksudnya, namun Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mungkin ingin mengangkat moral para pemain yang mencoba menjelaskan bahwa para atlet bulutangkis juga pahlawan seperti halnya mereka yang dimakamkan di TMP Kalibata. Sama-sama mengharumkan merah-putih. Namun acara ini tidak diikuti pemain veteran Taufik Hidayat.

Pencapaian
Juara tunggal putra Olimpiade 2004 Athena Taufik Hidayat sepertinya tahu diri. Hampir mustahil mengalahkan Lin Dan atau Lee Chong Wei saat ini. Menantu Agum Gumelar itu datang ke London tanpa beban. Menurut Taufik, dirinya sudah tidak pantas menjadi tumpuan karena sudah 4 kali mengikuti Olimpiade. Seperti yang sudah diduga, Taufik kalah lagi dan Lin Dan di Babak 16 besar. Begitu juga Simon, yang tak mampu membendung keperkasaan Lee Chong Wei.

Ditunggal putri, Adriyanti Firdasari hanya melaju hingga perdelapan final, sebelum disingkirkan pemain China Wang Xin.

Bona/ Ahsan memang tidak terlalu diharapkan bisa berbuat banyak. PBSI hanya berharap pasangan muda ini bisa membuat kejutan. Tapi itu tidak terjadi, mereka kalah di perempatfinal dari pasangan Korea Selatan, Lee Young Dae/ Jung Jae Sung 11-21 dan 16-21.

Tidak jauh berbeda dengan ganda putri Greysia/ Meiliana. Mengantongi 2 kemenangan di awal penyisihan grup, mereka kemudian tergoda bermain “sabun” berhadapan dengan pasangan Korea Selatan, Ha Je/ Kim Min-Jung untuk menghindari pertemuan dengan unggulan pertama asal China, Yu Yang/ Wang Xiao Li. Alhasil, Grace dan Meli didiskualifikasi bersama dua pasangan Korsel dan 1 ganda putrid China. Strategi berbuah bencana. Tidak hanya bagi Indonesia tapi bagi bulutangkis dunia karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengancam mencoret bulutangkis dari daftar cabang yang dipertandingkan pada Olimpiade.

Hanya Tontowi/ Lilyana yang mampu melaju hingga semifinal. Namun mereka harus takluk dari pasangan China, Ma Jin/ Xu Chen. Sampai disini, Hilanglah harapan mempertahankan medali emas. Akhirnya perunggu pun lepas dari Indonesia setelah Tontowi/ Liyana kalah dari ganda Denmark Fischer/ Pedersen.

Perolehan Medali Bulutangkis Indonesia di Olimpiade
Tahun
Tuan Rumah
Emas
Perak
Perunggu
Total
1992
Barcelona
2
2
1
5
1996
Atlanta
1
1
2
4
2000
Sidney
1
2
0
3
2004
Athena
1
0
2
3
2008
Beijing
1
1
1
3
2012
London
0
0
0
0

Gagal total
Nasi telah menjadi bubur. Waktu tak mungkin bisa diputar ulang. Kegagalan harus bisa diterima dengan lapang dada, tidak hanya oleh pemain, pengurus tapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Namun harus ada yang bertanggung jawab atas kegagalan ini. Gagal di perempatfinal Thomas-Uber Cup karena kalah dari Jepang dan gagal merebut medali di Olimpiade London adalah titik nadir bulutangkis sepanjang sejarah.

Rasanya masyarakat tak peduli lagi dengan semua alasan yang akan dikemukan PBSI. Kita menunggu apakah Djoko Santoso benar-benar mau legowo mundur atau hanya pura-pura siap lengser. Jika tak mundur pun, PBSI akan menggelar Munas akhir tahun ini dan insan bulutangkis nasional sudah selayaknya menuntut pembaruan.

Tidak cukup aksi biasa-biasa saja menyelamatkan bulutangkis Indonesia, tapi butuh aksi luar biasa. PBSI punya peran besar dalam hal ini. Ingat, Juara itu tidak cukup hanya dilahirkan, tapi juga dibentuk.

Salam Berkabung     

Jumat, 23 Desember 2011

SSB Villa 2000

Kick n Rush

Shot the Ball

Rooney Nyasar

Kenapa Ngacung sih???

Sepatu Terbang

Sunset at Blue Point Beach, Bali

Senja Menjelang

Bertanya pada Langit

Sunset Hunter

Langit Bersaksi untuk Kita
Terbesit Cahaya Senja

Rabu, 21 September 2011

Senin, 12 September 2011

BERITA FOTO: Junior Science Fair 2011

Junior Science Fair (JSF) belangsung 11-12 September di JHCC, Senayan, Jakarta. Kegiatan untuk memperkenalkan kepada anak-anak mengenai sains ini, cukup digemari anak-anak dari beragam usia. JSF juga memperlihatkan bahwa sains bukanlah mata pelajaran yang menakutkan, tetapi bisa menyenangkan jika dikemas secara menarik.


Pengunjung tampak memenuhi Junior Science Fair


Salah satu gerai JSF dipernuhi pengunjung


Berantakan tidak apa-apa, yang penting anak-anak menikmati sains

Belajar, bermain dan mengkonsumsi, slrrruuup....

Serius memainkan alat peraga sains


Senang naik kereta di ajang JSF


Seorang ibu memperlihatkan kepada anak-anaknya bahwa sains itu menyenangkan


Presenter Avi Malik memberikan couching clinic kepada 'presenter cilik' di gerai Metro TV

Camera siap merekam calon presenter Metro TV


Presenter Metro TV Avi Malik memberikan pelatihan sebelum di rekam, 3, 2, 1, que...

Minggu, 11 September 2011

Catatan Sepakbola: Antara Riedl, Rijsbergen dan Bepe


"Pertemuan saya, Firman, Markus, Wolfgang dan Alfred sendiri lebih kepada ucapan perpisahan dalam kapasitas sebagai sahabat, tidak lebih dan tidak kurang. Dan apakah ada yg salah mengenai hal tersebut, saya rasa tidak.”







 JAKARTA – Judul tulisan ini bukanlah cinta segitiga seperti lazimnya di dunia sinetron. Ini adalah kisah pelatih tim nasional Indonesia Wim Risjbergen dan pendahulunya Alfred Riedl serta hubungannya dengan pemain senior sekaligus kapten timnas Bambang Pamungkas. Kisah tiga orang penting di Timnas Indonesia ini menarik untuk disimak pascakekalahan Tim Merah Putih dari Bahrain di ajang kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia.

Kondisi tidak hormonis kembali mencuat pasca kekalahan beruntun yang diterima tim nasional. Setelah sebelumnya dipermalukan Iran 0-3, Bambang Pamungkas dkk juga ditekuk Bahrain di depan publik senayan 0-2. Sebenarnya bara api ketidakhormisan itu sudah terlihat ketika PSSI secara sepihak memutuskan kerjasamanya dengan pelatih asal Austria, Alfred Riedl dan menggantinya dengan Pelatih PSM Makassar, Wim Rijsbergern. Banyak skuad Garuda yang mempertanyakan keputusan tersebut, namun hanya bisa menggerutu karena sudah menjadi putusan PSSI.

Riedl memang belum member gelar apapun untuk Indonesia, tapi penampilan impresif timnas di ajang AFF Cup sempat membuat pecinta sepakbola tanah air jatuh cinta kepada Tim Garuda. Tidak itu saja, para punggawa timnas mengaku senang dengan kondisi tim luar dalam, mereka pun sangat menghormati pelatih.

Setelah pergantian pelatih, para pemain timnas harus melupakan kekecewaannya dengan cepat. Tugas di depan mata sudah dekat karena Timnas harus bermain di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2014 Brazil. Hasil cukup baik diperlihatkan saat timnas mampu menyingkirkan Turkmenistan di pra-kualfikasi. Namun setelah menjalani fase grup, kekurangan timnas justru semakin terlihat. Permainan cepat dari kaki ke kaki yang diperagakan Ahmad Bustomi dkk di ajang AFF, seperti tak terlihat. Permainan impresif melalui sayap kiri dan kanan pun meredup. Hal ini berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh timnas pada ajang ujicoba maupun ajang resmi. Puncaknya ketika dibungkam Bahrain di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Semakin kecewannya, penonton sudah meninggalkan kursi ketika pertandingan memasuki menit 70. Sebagian yang bertahan di stadion membuat ulah dengan menyulut petasan.

Kondisi tidak harmonis ini diperparah dengan pernyataan pelatih Rijsbergen yang sepenuhnya menyalahkan pemain. Arsitek asal Belanda ini mengatakan tim yang ada sekarang bukan pemain pilihannya dan belum siap bermain di level internasional. Risjbergen seperti menggali kuburannya sendiri. Apalagi, sempat menyeruak kabar mantan pelatih PSM Makassar ini marah dan mengeluarkan kata-kata tidak pantas pada saat jeda melawan Bahrain. 

Pemain pun bersikap reaktif. Kabarnya di malam yang sama, tujuh pemain bertekad tidak mau dipanggil timnas selama masih dilatih Rijsbergen. Isu makin panas setelah Kapten timnas Bambang Pamungkas, Firman Utina dan Markus Harisson bertemu dengan mantan Pelatih Timnas Riedl dan assistennya Wolfgang Pikal di Plasa Senayan hanya sehari setelah kekalahan tersebut.

courtesy @bepe20
 Bantahan Bepe
Setelah sempat heboh, Bepe, panggilan akrab Bambang Pamungkas, angkat bicara. Lewat laman pribadinya www.bambangpamungkas20.com, bepe mengatakan pertemuan dengan Riedl dan Pikal hanya silaturahmi biasa dan tidak ada kaitannya dengan gerakan pemboikotan pemain.

 "Pertemuan saya, Firman, Markus, Wolfgang dan Alfred sendiri lebih kepada ucapan perpisahan dalam kapasitas sebagai sahabat, tidak lebih dan tidak kurang. Dan apakah ada yg salah mengenai hal tersebut, saya rasa tidak. Jika dilihat dari waktu pertemuannya, mungkin memang sedikit kurang tepat, akan tetapi pada kenyataannya hanya pada hari itu saya mempunyai kesempatan untuk dapat bertemu dengan Alfred. Jika saya tidak melakukannya sore itu, mungkin saya tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal kepada Alfred Riedl," kata Bepe.

Memang menarik mencermati hubungan antara Bepe dengan Riedl dan Rijsbergen. Dimasa Riedl, Bepe bukanlah pemain pilihan utama. Walaupun menyandang ban kapten, penyerang Persija ini harus rela duduk di bangku cadangan. Saat AFF Cup, Riedl lebih memilih duet Christian Gonzales dan Irfan Bachdim sebagai starter di lini depan. Namun demikian, Bepe sangat menghormati keputusan pelatih. Dalam bukunya yang berjudul “Bepe20, Ketika Jariku Menari” mengungkapkan, ia tetap respek dengan keputusan Riedl dan sangat menghargai profesionalisme sang pelatih.

Ketika Rijsbergen datang, keadaan berubah. Pelatih asal Belanda ini memang tetap mempertahankan Bambang sebagai kapten, namun kini menjadikannya starter. Walaupun posisinya bepe ditarik sedikit ke belakang Gonzales. Sebagai pemain, harusnya Bepe lebih senang dengan posisi sekarang. Sebagai salah satu pemain yang paling senior dan memakai ban kapten di lengan, sudah sepantasnya dia menjadi pilihan utama. Namun apakah itu yang terjadi? Saya menduga Bepe akan memilih jadi pemain cadangan dalam tim yang harmonis daripada menjadi pemain utama tapi di dalam tim kocar-kacir seperti sekarang.

Nah sekarang bola panas ada di PSSI. Tetap mempertahankan Rijsbergen dengan segala risikonya, atau menggantinya juga dengan resiko yang tidak kecil.

Go Garuda Go! Terbanglah Tinggi!  

Kamis, 08 September 2011

FIRMAN UTINA: KAMI SEPERTI ANAK AYAM KEHILANGAN INDUK


 "Membaca strategi Wim Rijsbergen ini rasanya sesulit mengeja nama belakang sang pelatih"
Indonesia Raya berkumandang di GBK

JAKARTA – Selasa (05/09) pukul 18.00, Stadion Utama Gelora Bung Karno di Senayan Jakarta, sudah penuh sesak. Stadion berkapasitas 80 ribu penonton yang dibangun pada tahun 60-an ini seakan mau roboh dengan gemuruh suara suporter menyemangati tim nasional Indonesia yang akan menjamu Bahrain. Laga kali ini adalah pertandingan ke-2 Tim Merah Putih di Grup E Pra-Piala Dunia 2014 zona Asia. Para suporter yang mayoritas mengenakan kaus merah, sepertinya sudah melupakan kekalahan Bambang pamungkas dkk tiga hari sebelumnya dari Iran 0-3 pada laga perdananya di Taheran.

Satu jam sebelum pertandingan, tribun VIP timur sudah penuh sesak. Saya hadir di VIP Timur sebagai penonton, karena sedang tidak menjalankan tugas sebagai jurnalis. Saya melirik ke kanan kiri, ternyata seluruh sisi stadion juga sudah padat, hanya tribun VVIP dan VIP Barat yang masih kosong karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi akan duduk di sana. 

Antusias suporter tuan rumah ternyata tidak berimbas ke lapangan. Entah mengapa, Tim Merah Putih seperti kekurangan tenaga menghadapi kokohnya tembok pertahanan Bahrain. Padahal gemuruh suara penonton di GBK cukup membuat para pemain Bahrain ciut. Bayangkan, jumlah penonton yang hadir di GBK sudah mencapai 11 persen penduduk di Negara Bahrain. Negara kecil di Teluk Persia ini hanya berpenduduk 700 ribu jiwa. Jadi mustahil rasanya Bahrain mendapat dukungan sebanyak di GBK jika menjadi tuan rumah.

Salah strategi?
Aroma kekalahan sebenarnya sudah tercium menjelang pertandingan. Setelah sama-sama menjalani laga perdana Grup E, Timnas Bahrain justru tiba di tanah air lebih dulu. Tim Bahrain tiba 2 hari sebelum pertandingan, sedangkan Bambang Pamungkas cs baru tiba sehari sebelum pertandingan. Alasan penerbangan dari Iran-Jakarta lebih sulit ketimbang Bahrain, memang bisa diterima kalau kita pergi mendadak. Tapi dengan jadwal yang sudah dirancang jauh hari, harusnya PSSI bisa mempersiapkan perjalanan lebih baik. 

Ketidakcermatan non teknis sepertinya diperburuk dengan strategi pelatih Wim Rijsbergen di lapangan hijau. Membaca strategi Rijsbergen ini rasanya sesulit mengeja nama belakang sang pelatih. Saya sulit mengerti ketika ia menempatkan Boas Solossa di sayap kanan, bukan sayap kiri atau penyerang tengah yang sering ia perankan di Persipura atau Timnas. Rasanya, menduetkan Christian Gonzales dengan Bambang Pamungkas juga bukan pilihan terbaik. Singkat kata Tim Garuda takluk di rumahnya sendiri dari Bahrain 0-2.

Menyalahkan pemain
 Seusai pertandingan, Rijsbergen kepada wartawan justru menyalahkan para pemain. Arsitek asal Belanda ini mengatakan para pemain merah putih tidak siap bermain di level internasional. Pemain pun merasa dikambinghitamkan. Wakil  Kapten Timnas Firman Utina di media social twitter sempat mengungkapkan perasaannya. “Saat sekarang kami bagaikan anak ayam yang ditinggalkan induknya,” ungkap Firman. 

 Selain itu, terungkap kabar bahwa Rijsbergen juga mengungkapkan kata-kata tidak layak di ruang ganti pemain saat jeda. Dengan lantang ia berteriak, “f*ck you all, apabila kalian tidak bermain baik di babak kedua saya akan tendang kalian semua dari tim ini" [If you don't play better in the second half I will kick all of you out.] Mantan pelatih Timnas Alfred Riedl menyayangkan hal ini. Kepada Goal.com, Riedl mengungkapkan kata-kata tersebut tidak pantas dikeluarkan seorang pelatih. Di Eropa, jika ada pelatih berkata-kata seperti itu bisa-bisa dia langsung dipecat atau dipukul pemainnya. 

Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia harus bertanggung-jawab. PSSI yang menunjuk Rijsbergen secara tiba-tiba menggantikan Alfred Riedl. Alasannya, juga tidak jelas. Ketua PSSI yang baru terpilih saat itu, Djohar Arifin mengatakan tidak menemukan kontrak Riedl dan kabarnya kontraknya bukan dengan PSSI tapi dengan salah satu pengurus PSSI Nirwan D. Bakrie. Alasan ini langsung dibantah mantan Sekjen PSSI Nugraha Besoes. Ia menunjukkan kontrak PSSI dengan RIedl yang ditandatangani Nirwan sebagai Wakil Ketua Umum PSSI dengan kop surat  PSSI. Blunder pertama sang ketua umum. Ketidakjujuran memang harus ditutupi dengan kebohongan.

Pilihan yang penuh resiko kalau tidak bis dikatakan konyol!. Saat itu Timnas harus menjalani pra-kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia melawan Turkmenistan. Caretaker ditunjuk Rahmad Darmawan, sementara pelatih yang ditunjuk masih ada di negaranya, Belanda. Beruntung Rahmad buru-buru menyiapkan tim yang sebagian besar pemain di AFF Cup lalu. Tidak susah bagi Rahmad mengetahui kekuatan Firman Utina dkk, karena semua pemain ini dikenalnya secara baik saat melatih tim-tim besar Liga Indonesia seperti Persipura, Sriwijaya FC dan Persija. Jadi menurut saya keberhasilan Indonesia menyingkirkan Turkmenistan lebih kepada faktor Rahmad Darmawan bukan Wim Rijsbergen! 

Kualitas asli Rijsbergen yang pernah melatih klub eredivisie seperti FC Groningen dan NAC Breda bisa dilihat ketika Rahmad memilih mundur dari Timnas senior dan berkonsentrasi menangani Timnas U-23. Dalam 5 laga yang telah dijalani, Timnas menang 1 kali, 1 kali seri dan 3 kali kalah. Hanya bisa menang 4-1 di laga ujicoba melawan Palestina, Ditahan seri 1-1 pada laga ujicoba melawan Timnas U-23, kalah 0-1 dipertandingan persahabatan melawan Yordania, serta kalah dua kali di ajang resmi Pra Piala Dunia melawan Iran dan Bahrain.

Apakah perlu mengganti Rijsbergen saat ini? Sebaiknya PSSI jangan ceroboh dan membuat keputusan konyol lainnya. Harus dipertimbangkan secara matang mengingat jadwal timnas senior di Pra Piala Dunia. Sebaiknya PSSI memberikan Warning kepada pelatih pilihannya saat ini, sebelum mengetuk palu. Paling tidak hingga pertandingan melawan Qatar pada Hari 11 Oktober mendatang. Jika masih kalah dan kerap menyalahkan pemain, sebaiknya Rijsbergen angkat kaki saja. Bagi wartawan, lebih mudah mengeja nama Rahmad atau Riedl dibanding Rijsbergen. Saya yakin pemain juga begitu. 

Saran untuk PSSI, jangan langsung men-cap seseorang anti-reformis jika tidak mendukung keputusan yang diambil, apalagi keputusan yang ngawur. Jika kami tidak memilih warna putih, belum tentu kami hitam. Karena masih ada warna lainnya seperti merah atau hijau yang juga merupakan warna seragam tim nasional.

Salam,
Medo Maulianza