Oleh: Medo Maulianza
"Saya siap mundur," tegas Ketua Umum PBSI Djoko Santoso
“Saya
minta maaf kepada rakyat Indonesia,” demikian ucapan Lilyana Natsir,
pebulutangkis ganda campuran Indonesia. Butet, begitu dia disapa, bersama
pasangannya Tontowi Ahmad gagal mempersembahkan medali bagi Indonesia.
Diperebutan medali perunggu, Lilyana/ Tontowi harus mengakui keunggulan
pasangan Denmark Joachim Fisher/
Christina Pederson 12-21 dan 12-21. Jangankan emas, perunggu pun melayang.
Awan gelap memayungi dunia bulutangkis tanah air. Untuk pertama kalinya sejak 1992, dimana bulutangkis pertama kali dipertandingan di Olimpiade, kontingen merah putih gagal menyumbang emas. Tidak hanya gagal mempertahankan tradisi emas, tahun 2012 di London, anak-anak Cipayung pulang dengan tangan hampa. Tidak sapu keping medali pun berhasil dikemas. Bulutangkis gagal total!
Siapa yang salah? Usai kekalahan Lilyana/ Tontowi, Ketua Umum PBSI Djoko Santoso mengatakan siap bertanggungjawab. Bahkan pensiunan jenderal bintang 4 ini siap meletakkan jabatannya. “Saya siap mundur,” tegas dia. Insan bulutangkis tanah air masih menunggu kesungguhan ucapan mantan Panglima TNI tersebut.
Tahun terburuk
Tanda-tanda
kegagalan pebulutangkis Indonesia sebenarnya sudah bisa diprediksi dari awal. Anak-anak
Cipayung minim prestasi dalam 3 tahun terakhir. Pada bulan Mei lalu, Tim Thomas
dan Uber Cup Indonesia gagal di babak perempatfinal. Dalam sejarah Thomas Cup,
ini adalah kali pertama Indonesia gagal melaju ke Semifinal.
Di nomor Individu, hanya Lilyana/ Tontowi memiliki prestasi gemilang. Mereka berhasil menjadi juara di ajang bergengsi All England. Tidak heran jika harapan merebut medali emas pun disandangkan pada bahu mereka.
Sementara Simon Santoso memang berhasil meraih gelar Indonesia Open Super Series sebelum Olimpiade London. Namun Simon belum teruji karena banyak pemain tunggal putra papan atas absen.
Olimpiade London
Merah
putih hanya berkekuatan 9 Atlet di cabang bulutangkis pada Olimpiade London
2012. Delapan lolos kualifikasi, dan 1 lolos berkat jatah wildcard di tunggal putrid
atas anama Adriyanti Firdasari. Delapan pebulutangkis yang lolos kualifikasi
adalah Simon Santoso dan Taufik Hidayat (tunggal putra), Bona Septano/ Mohammad
Ahsan (ganda putra), Gresyia Polii/ Meiliana Jauhari (ganda putrid) serta
Tontowi Ahmad/ Lilyana Nastir (ganda campuran). Jumlah yang sangat minim.
Indonesia sebenarnya bisa menambah jumlah atletnya jika saja juara bertahan
ganda putra Olimpiade Beijing 2008 Markis Kido/ Hendra Setiawan mau
bersungguh-sungguh lolos kualifikasi. Tapi mereka sengaja melepas kesempatan
lolos dengan absen pada turnamen-turnamen akhir sebelum Olimpiade.
Dengan kekuatan
9 atlet, rasanya sulit bisa membendung kedigdayaan China. Segala upaya dicoba,
dengan memompa mental para pemain. Pelepasan kontingen bulutangkis pun cukup
unik, yakni dilakukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Tak jelas apa
maksudnya, namun Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mungkin ingin
mengangkat moral para pemain yang mencoba menjelaskan bahwa para atlet
bulutangkis juga pahlawan seperti halnya mereka yang dimakamkan di TMP
Kalibata. Sama-sama mengharumkan merah-putih. Namun acara ini tidak diikuti
pemain veteran Taufik Hidayat.
Pencapaian
Juara
tunggal putra Olimpiade 2004 Athena Taufik Hidayat sepertinya tahu diri. Hampir
mustahil mengalahkan Lin Dan atau Lee Chong Wei saat ini. Menantu Agum Gumelar
itu datang ke London tanpa beban. Menurut Taufik, dirinya sudah tidak pantas
menjadi tumpuan karena sudah 4 kali mengikuti Olimpiade. Seperti yang sudah
diduga, Taufik kalah lagi dan Lin Dan di Babak 16 besar. Begitu juga Simon,
yang tak mampu membendung keperkasaan Lee Chong Wei.
Ditunggal putri, Adriyanti Firdasari hanya melaju hingga perdelapan final, sebelum disingkirkan pemain China Wang Xin.
Bona/ Ahsan memang tidak terlalu diharapkan bisa berbuat banyak. PBSI hanya berharap pasangan muda ini bisa membuat kejutan. Tapi itu tidak terjadi, mereka kalah di perempatfinal dari pasangan Korea Selatan, Lee Young Dae/ Jung Jae Sung 11-21 dan 16-21.
Tidak jauh berbeda dengan ganda putri Greysia/ Meiliana. Mengantongi 2 kemenangan di awal penyisihan grup, mereka kemudian tergoda bermain “sabun” berhadapan dengan pasangan Korea Selatan, Ha Je/ Kim Min-Jung untuk menghindari pertemuan dengan unggulan pertama asal China, Yu Yang/ Wang Xiao Li. Alhasil, Grace dan Meli didiskualifikasi bersama dua pasangan Korsel dan 1 ganda putrid China. Strategi berbuah bencana. Tidak hanya bagi Indonesia tapi bagi bulutangkis dunia karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengancam mencoret bulutangkis dari daftar cabang yang dipertandingkan pada Olimpiade.
Hanya Tontowi/ Lilyana yang mampu melaju hingga semifinal. Namun mereka harus takluk dari pasangan China, Ma Jin/ Xu Chen. Sampai disini, Hilanglah harapan mempertahankan medali emas. Akhirnya perunggu pun lepas dari Indonesia setelah Tontowi/ Liyana kalah dari ganda Denmark Fischer/ Pedersen.
Perolehan Medali Bulutangkis Indonesia di Olimpiade
Tahun
|
Tuan Rumah
|
Emas
|
Perak
|
Perunggu
|
Total
|
1992
|
Barcelona
|
2
|
2
|
1
|
5
|
1996
|
Atlanta
|
1
|
1
|
2
|
4
|
2000
|
Sidney
|
1
|
2
|
0
|
3
|
2004
|
Athena
|
1
|
0
|
2
|
3
|
2008
|
Beijing
|
1
|
1
|
1
|
3
|
2012
|
London
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Gagal total
Nasi
telah menjadi bubur. Waktu tak mungkin bisa diputar ulang. Kegagalan harus bisa
diterima dengan lapang dada, tidak hanya oleh pemain, pengurus tapi juga
seluruh masyarakat Indonesia. Namun harus ada yang bertanggung jawab atas
kegagalan ini. Gagal di perempatfinal Thomas-Uber Cup karena kalah dari Jepang
dan gagal merebut medali di Olimpiade London adalah titik nadir bulutangkis
sepanjang sejarah.
Rasanya masyarakat tak peduli lagi dengan semua alasan yang akan dikemukan PBSI. Kita menunggu apakah Djoko Santoso benar-benar mau legowo mundur atau hanya pura-pura siap lengser. Jika tak mundur pun, PBSI akan menggelar Munas akhir tahun ini dan insan bulutangkis nasional sudah selayaknya menuntut pembaruan.
Tidak cukup aksi biasa-biasa saja menyelamatkan bulutangkis Indonesia, tapi butuh aksi luar biasa. PBSI punya peran besar dalam hal ini. Ingat, Juara itu tidak cukup hanya dilahirkan, tapi juga dibentuk.
Salam Berkabung