"Membaca strategi Wim Rijsbergen
ini rasanya sesulit mengeja nama belakang sang pelatih"
|
Indonesia Raya berkumandang di GBK |
JAKARTA – Selasa (05/09) pukul 18.00, Stadion Utama Gelora
Bung Karno di Senayan Jakarta, sudah penuh sesak. Stadion berkapasitas 80 ribu
penonton yang dibangun pada tahun 60-an ini seakan mau roboh dengan gemuruh
suara suporter menyemangati tim nasional Indonesia yang akan menjamu Bahrain.
Laga kali ini adalah pertandingan ke-2 Tim Merah Putih di Grup E Pra-Piala
Dunia 2014 zona Asia. Para suporter yang mayoritas mengenakan kaus merah,
sepertinya sudah melupakan kekalahan Bambang pamungkas dkk tiga hari sebelumnya
dari Iran 0-3 pada laga perdananya di Taheran.
Satu jam sebelum pertandingan, tribun VIP timur sudah penuh
sesak. Saya hadir di VIP Timur sebagai penonton, karena sedang tidak
menjalankan tugas sebagai jurnalis. Saya melirik ke kanan kiri, ternyata
seluruh sisi stadion juga sudah padat, hanya tribun VVIP dan VIP Barat yang
masih kosong karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat
tinggi akan duduk di sana.
Antusias suporter tuan rumah ternyata tidak berimbas ke
lapangan. Entah mengapa, Tim Merah Putih seperti kekurangan tenaga menghadapi
kokohnya tembok pertahanan Bahrain. Padahal gemuruh suara penonton di GBK cukup
membuat para pemain Bahrain ciut. Bayangkan, jumlah penonton yang hadir di GBK
sudah mencapai 11 persen penduduk di Negara Bahrain. Negara kecil di Teluk
Persia ini hanya berpenduduk 700 ribu jiwa. Jadi mustahil rasanya Bahrain mendapat
dukungan sebanyak di GBK jika menjadi tuan rumah.
Salah strategi?
Aroma kekalahan sebenarnya sudah tercium menjelang pertandingan.
Setelah sama-sama menjalani laga perdana Grup E, Timnas Bahrain justru tiba di
tanah air lebih dulu. Tim Bahrain tiba 2 hari sebelum pertandingan, sedangkan
Bambang Pamungkas cs baru tiba sehari sebelum pertandingan. Alasan penerbangan
dari Iran-Jakarta lebih sulit ketimbang Bahrain, memang bisa diterima kalau
kita pergi mendadak. Tapi dengan jadwal yang sudah dirancang jauh hari,
harusnya PSSI bisa mempersiapkan perjalanan lebih baik.
Ketidakcermatan non teknis sepertinya diperburuk dengan
strategi pelatih Wim Rijsbergen di lapangan hijau. Membaca strategi Rijsbergen
ini rasanya sesulit mengeja nama belakang sang pelatih. Saya sulit mengerti
ketika ia menempatkan Boas Solossa di sayap kanan, bukan sayap kiri atau
penyerang tengah yang sering ia perankan di Persipura atau Timnas. Rasanya,
menduetkan Christian Gonzales dengan Bambang Pamungkas juga bukan pilihan
terbaik. Singkat kata Tim Garuda takluk di rumahnya sendiri dari Bahrain 0-2.
Menyalahkan pemain
Seusai pertandingan, Rijsbergen kepada wartawan justru
menyalahkan para pemain. Arsitek asal Belanda ini mengatakan para pemain merah
putih tidak siap bermain di level internasional. Pemain pun merasa
dikambinghitamkan. Wakil Kapten Timnas
Firman Utina di media social twitter sempat mengungkapkan perasaannya. “Saat
sekarang kami bagaikan anak ayam yang ditinggalkan induknya,” ungkap Firman.
Selain itu, terungkap kabar bahwa Rijsbergen juga
mengungkapkan kata-kata tidak layak di ruang ganti pemain saat jeda. Dengan lantang
ia berteriak, “f*ck you all, apabila kalian tidak bermain baik di babak kedua
saya akan tendang kalian semua dari tim ini" [If you don't play better in
the second half I will kick all of you out.] Mantan pelatih Timnas Alfred Riedl
menyayangkan hal ini. Kepada Goal.com, Riedl mengungkapkan kata-kata tersebut
tidak pantas dikeluarkan seorang pelatih. Di Eropa, jika ada pelatih
berkata-kata seperti itu bisa-bisa dia langsung dipecat atau dipukul pemainnya.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia harus bertanggung-jawab.
PSSI yang menunjuk Rijsbergen secara tiba-tiba menggantikan Alfred Riedl.
Alasannya, juga tidak jelas. Ketua PSSI yang baru terpilih saat itu, Djohar
Arifin mengatakan tidak menemukan kontrak Riedl dan kabarnya kontraknya bukan
dengan PSSI tapi dengan salah satu pengurus PSSI Nirwan D. Bakrie. Alasan ini
langsung dibantah mantan Sekjen PSSI Nugraha Besoes. Ia menunjukkan kontrak
PSSI dengan RIedl yang ditandatangani Nirwan sebagai Wakil Ketua Umum PSSI
dengan kop surat PSSI. Blunder pertama sang
ketua umum. Ketidakjujuran memang harus ditutupi dengan kebohongan.
Pilihan yang penuh resiko kalau tidak bis dikatakan konyol!.
Saat itu Timnas harus menjalani pra-kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia
melawan Turkmenistan. Caretaker ditunjuk Rahmad Darmawan, sementara pelatih
yang ditunjuk masih ada di negaranya, Belanda. Beruntung Rahmad buru-buru
menyiapkan tim yang sebagian besar pemain di AFF Cup lalu. Tidak susah bagi
Rahmad mengetahui kekuatan Firman Utina dkk, karena semua pemain ini dikenalnya
secara baik saat melatih tim-tim besar Liga Indonesia seperti Persipura,
Sriwijaya FC dan Persija. Jadi menurut saya keberhasilan Indonesia
menyingkirkan Turkmenistan lebih kepada faktor Rahmad Darmawan bukan Wim
Rijsbergen!
Kualitas asli Rijsbergen yang pernah melatih klub eredivisie
seperti FC Groningen dan NAC Breda bisa dilihat ketika Rahmad memilih mundur
dari Timnas senior dan berkonsentrasi menangani Timnas U-23. Dalam 5
laga yang telah dijalani, Timnas menang 1 kali, 1 kali seri dan 3 kali kalah. Hanya
bisa menang 4-1 di laga ujicoba melawan Palestina, Ditahan seri 1-1 pada laga
ujicoba melawan Timnas U-23, kalah 0-1 dipertandingan persahabatan melawan
Yordania, serta kalah dua kali di ajang resmi Pra Piala Dunia melawan Iran dan
Bahrain.
Apakah perlu mengganti Rijsbergen saat ini? Sebaiknya PSSI
jangan ceroboh dan membuat keputusan konyol lainnya. Harus dipertimbangkan
secara matang mengingat jadwal timnas senior di Pra Piala Dunia. Sebaiknya PSSI
memberikan Warning kepada pelatih pilihannya saat ini, sebelum mengetuk palu.
Paling tidak hingga pertandingan melawan Qatar pada Hari 11 Oktober mendatang.
Jika masih kalah dan kerap menyalahkan pemain, sebaiknya Rijsbergen angkat kaki
saja. Bagi wartawan, lebih mudah mengeja nama Rahmad atau Riedl dibanding
Rijsbergen. Saya yakin pemain juga begitu.
Saran untuk PSSI, jangan langsung men-cap seseorang
anti-reformis jika tidak mendukung keputusan yang diambil, apalagi keputusan
yang ngawur. Jika kami tidak memilih warna putih, belum tentu kami hitam. Karena
masih ada warna lainnya seperti merah atau hijau yang juga merupakan warna
seragam tim nasional.
Salam,
Medo Maulianza